Diduga Penerima PKH dan BPNT Salah Sasaran , Ormas LAKI : Minta Dinsos Turun Sosialisasi

Tanpak Gambar Ilustrasi Dinas Sosial Penerima Bantuan PKH (Foto Istimewa/ Redaksi)

KOLAKA, MNN.COM — Sejak dua Tahun terakhir ini, penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), khususnya di Kecamatan Toari mendapat keluhan dan sorotan dari kalangan masyarakat.

Pasalnya, keluhan tersebut tak lain adalah dari kalangan masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap dan berpendapatan rendah yaitu di kalangan petani dan pekebun, serta pekerja serabutan.

Bacaan Lainnya

Hal ini di ungkap Mardin Fahrun, Ketua Ormas Laskar Anti Korupsi Kabupaten Kolaka, bahwa yang mengeluh bukan hanya masyarakat saja, justru Para Kepala Desa yang secara langsung di datangi warga tidak mampu di Desa itu sendiri.

Baca Juga:  Pemkab Kolaka Gelar Ziarah Makam Pahlawan Dalam Rangkaian HUT Kolaka Ke 63 . 

“Seperti yang terjadi di Desa Toari, yang jadi sasaran warga adalah Kepala Desa, sementara di situ Kepala Desa Baru,” Kata Mardin.

Tanpak Gambar Pemasangan Tanda Penerima Bantuan Sosila

Dikatakan, Usut punya usut bahwa adanya dugaan manipulasi data operator SIKS-NG atau dugaan kesalahan  pendataan Fasilitator SLRT , sebab penentuan layak dan tidaknya,  berdasarkan Musyawarah Desa yang wajib menghadirkan para Tokoh masyarakat, sebab nyatanya dilapangan masih banyak keluhan penerima PKH dan BPNT di duga tidak tepat sasaran.”Di Desa Toari, kuat dugaan bahwa validasi Data Terpadu Kesejahtraan Sosial (DTKS) di putuskan dalam Musdes oleh Kepala Desa yang lama, bersama aparat Desa, operator Siks-NG, yang disaksikan oleh TKSK dan BPD serta Fasilitator SLRT,” Kata Mardin.

Di ketahui, SLRT adalah sistem layanan yang membantu mengidentifikasi kebutuhan masyarakat miskin dan rentan miskin serta menghubungkan mereka dengan program-program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan yang diselenggarakan pemerintah Daerah dan Pusat.

Baca Juga:  Muda dan Energik, Ihsan Dinilai Pantas Pimpin Muna

Menurut mardin, keputusan penentuan DTKS diduga sarat kolusi dan nepotisme. “Harusnya keputusan Validasi  DTKS dapat diakui oleh warga setempat minimal 5 atau 7 orang. Maka untuk memperbaiki data tersebut sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Sosial Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial dengan melibatkan potensi sumber kesejahteraan sosial yang ada di Kecamatan, Kelurahan atau pun Desa.

“Berkaitan dengan Siks-NG dan Pendataan oleh fasilitator SLRT, maka pemerintah daerah melalui Dinas Sosial  wajib turunkan sosialisasi, sebab banyak Kepala Desa yang belum paham dengan sistem pendataan DTKS, apalagi ada 57 Kepala Desa yang baru di lantik tahun berjalan 2022 ini,” tutupnya. (Melky.M/Tim)

Pos terkait