MALUKU, MNN.COM — Pabrik Nickel dimaksud adalah Nickel Sulfat, merupakan bahan utama penyusunan prekursor katoda baterei kendaraan listrik. Pabrik nickel terbesar di dunia itu berada di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Dilansir dari CNBC Indonesia., Pabrik Nickel itu milik Harita Nickel Group, melalui unit bisnisnya PT Halmahera Persada Lygend (PT HPL) yang merupakan perusahaan afiliasi bisnis dari Trimegah Bangun Persada (NCKL). Belum lama ini meresmikan operasional produksi nikel sulfat pertama di Indonesia dan juga merupakan yang terbesar di dunia.
Peresmian operasi produksi nikel sulfat dengan kapasitas 240 ribu ton per tahun tersebut dilakukan di kawasan operasional Harita Nickel di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara.
Direktur PT. Halmahera Persada Lygend, Tonny H. Gultom mengatakan, Harita Nickel melalui PT HPL yang berkolaborasi dengan Lygend Resources Technology Co., Ltd, menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik.
Pabrik nikel sulfat yang berdiri di Pulau Obi ini, diklaim akan menjadi pabrik pertama di Indonesia yang memproduksinya sekaligus menjadi yang terbesar di dunia dari sisi kapasitas produksi. Ekspor perdana 5.584 ton nikel sulfat yang dikemas dalam 290 kontainer telah dilakukan pada 16 Juni 2023.
Mengutip situs perusahaan, PT Halmahera Persada Lygend dimiliki oleh Harita Nickel melalui PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) sebesar 45,1%, Lygend Resources Technology Co. Ltd sebesar 36,9%, dan Kang Xuan Pte Ltd sebesar 18%.
Harita Nickel merupakan bagian dari Harita Group yang mengoperasikan pertambangan dan hilirisasi terintegrasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
NCKL sendiri merupakan emiten publik yang dikendalikan oleh taipan Lim Hariyanto Wijaya Sarwono lewat PT Harita Jayaraya yang menggenggam 86,45% saham perusahaan. PT Citra Duta Jaya Makmur memiliki 0,87% dan 12,68% sisanya dimiliki oleh masyarakat.
Perusahaan diketahui mulai melantai di BEI awal April tahun ini dan berhasil menggalang dana Rp 10 triliun untuk ekspansi bisnis dan memanfaatkan momentum melejitnya deman nikel, baterai dan kendaraan listrik.
Selain memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), perusahaan sejak 2016 telah memiliki pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel saprolit dan sejak 2021 juga memiliki pabrik nikel limonit di wilayah operasional yang sama.
Kedua fasilitas tersebut menyerap hasil tambang nikel dari PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NKCL) dan Gane Permai Sentosa (GPS).
Melalui Halmahera Persada Lygend, Harita Nickel menjadi pionir di Indonesia dalam pengolahan dan pemurnian nikel limonit (kadar rendah) dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL). Teknologi ini mampu mengolah nikel limonit yang selama ini tidak dimanfaatkan menjadi produk bernilai strategis, yaitu Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).
Dengan tahap proses berikutnya yang juga sedang dikembangkan oleh Harita Nickel, MHP akan diolah lebih lanjut menjadi Nikel Sulfat (NiSO4) dan Kobalt Sulfat (CoSO4) yang merupakan bahan baku baterai kendaraan listrik.
Sementara Lygend Resources Technology Co. Ltd merupakan perusahaan di sektor rantai pasok nikel dunia yang berdiri sejak Januari 2009 di Laut China Timur, Zhejiang, China.
Bermula dari menjual bijih nikel dan feronikel, kini Lygend kian ekspansif hingga memproduksi produk nikel terintegrasi dari hulu ke hilir. Selain di China dan Indonesia, perusahaan juga memiliki unit bisnis di Filipina dan negara Asia Tenggara lainnya. (Red)